OPINI : KESALEHAN SOSIAL dan KESALEHAN POLITIK

WARTANET NKRI.COM – Perilaku para politisi di negeri ini idealnya selalu menjaga etika politik. Etika berpolitik dilandasi semangat kesalehan sosial dan kesalehan politik.

Dua sikap tersebut bermuara pada sikap kesatria dan kenegarawanan. Sayangnya saat ini kita minim menemukan politisi yang memiliki kesalehan politik dan kesalehan sosial di atas. Justru banyak pejabat negara dan politisi yang tersangkut masalah korupsi dalam lima tahun terakhir.

Hal ini menunjukkan amanah yang sudah diberikan kepada mereka tidak bisa dijalankan dengan baik. Justru mereka memanfaatkan kekuasaan yang sudah dipegang untuk memperkaya diri dan kelompoknya.

Semakin dekatnya hajatan Pemilu 2024, membuat para politisi mengambil jalan pintas untuk mempersiapkan berbagai langkah. Untuk bisa terpilih menjadi anggota DPRD, DPD atau DPR tentu membutuhkan modal besar atau kapital untuk itu. Wajar, kasus korupsi dalam lima tahun terakhir semakin kerap terjadi. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Jawabannya sederhana dan lugas.

Para politisi dan partai politik membutuhkan modal/kapital yang amat besar untuk menggerakkan mesin politik maupun menarik massa. Dari sembilan partai politik yang saat ini memilik perwakilan di DPR, tak ada satupun yang bersih dari kasus korupsi.

Fakta-fakta tersebut menguatkan bahwa masalah kesalehan politik dan kesalehan sosial yang dimiliki para politisi di negeri ini menjadi masalah besar.

Kekuasaan selalu menjadi objek yang menarik diperbincangkan sampai kapan pun termasuk diperebutkan banyak orang. Orang berkuasa memiliki otoritas untuk memutuskan, memegang kewenangan dan kebijakan, serta mendapatkan akses atau fasilitas untuk mendukung kerja akan tugas yang diamanahkan padanya.

Kekuasaan sangat strategis dalam menjamin kelancaran pelayanan publik, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan berbagai fungsi birokrasi lainnya. Namun jika kekuasaan disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri dan keluarga melalui jalur korupsi, mendapatkan akses privasi untuk keuntungan diri dan kelompoknya, serta digunakan untuk memeras, mengintimidasi, dan merekayasa, tentu menjadi sangat membahayakan bagi kepentingan publik.

Pemilu 2024, tinggal sekitar sembilan bulan lagi. Secara politik, pemilu menjanjikan kekuasaan, karena ada sebanyak 20.600 kursi kekuasaan di tingkat legislatif dan eksekutif mulai dari tingkat DPRD kabupaten/kota dan provinsi, DPD RI, dan DPR RI, sekaligus posisi mentereng yakni presiden dan wakil presiden periode 2024-2029.

Para politisi yang memiliki rumah besar bernama partai politik, tentunya sama-sama memiliki kepentingan untuk mengamankan berbagai kursi kekuasaan baik yang ada dieksekutif maupun legislatif pada 2024.

Secara ekonomi, Pemilu merupakan hajatan besar yang melibatkan lebih dari 205 juta pemilih. Artinya, putaran ekonominya sangat besar. Sebab bakal menyedot anggaran negara sebesar puluhan triliun rupiah. Secara sosial, jelas adanya Pemilu 2024 akan menimbulkan dinamika sosial di mana relasi antar masyarakat menjadi semakin kompleks, bahkan bisa menimbulkan konflik.

Secara budaya, Pemilu 2024 menjadi sarana untuk menghidupkan berbagai jenis kebudayaan untuk memeriahkan berbagai kegiatan kampanye Pemilu 2024. Sedangkan secara pertahanan dan keamanan, jelaslah Pemilu 2024 dapat menjadi alat pemersatu bangsa namun juga bisa menjadi sumber malapetaka atau konflik vertikal maupun horizontal yang harus ditanggulangi dengan baik.

Berbagai media massa baik cetak, radio, televisi, online, bahkan media sosial saat ini tengah intensif menayangkan baik secara langsung maupun tidak langsung, lobi-lobi dan manuver politik dari para politisi dan partai politik untuk kepentingan Pemilu 2024.

Fenomena Menarik

Namun ada dua fenomena yang menarik yang layak untuk dicermati saat ini. Pertama, mengenai perilaku para politisi saat ini. Banyak politisi yang akan terjun ke akar rumput, bersua langsung dengan masyarakat dengan beragam kegiatan. Tujuannya satu, yakni mendapatkan simpati dan penggalangan suara.

Kita sebagai masyarakat layak untuk menilai perilaku para politisi tersebut baik di tingkat elit nasional maupun daerah.

Para elit politik yang memiliki hati nurani, kesalehan sosial, dan kesalehan politik tinggi, layak untuk dipilih dan diperjuangkan oleh publik. Jangan sekali-kali memilih politisi yang oportunis, koruptif, dan memiliki jejak rekam buruk.

Kedua, berbagai media massa menyuguhkan tontonan dan drama politik, di mana masyarakat bisa dengan mudah menilai dan menikmati berita-berita tersebut.

Namun tidak banyak dari mereka memiliki daya kritis akan berbagai tayangan berita di beragam media tersebut. Daya kritis dalam menilai watak, karakter, perilaku, dan kinerja para politisi yang berkontestasi dalam Pemilu 2024 menjadi salah satu strategi untuk menemukan politisi yang manakah yang sesuai dengan harapan publik untuk diperjuagkan bersama. (wnn/piet)

Penulis : Supadiyanto (Pembantu Ketua I Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Yogyakarta & Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Sleman)

Sumber : harianjogja.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights