KADIS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI NTT BUKA PERTEMUAN PEMANGKU ADAT

WARTANET NKRI.COM, KUPANG – Balai  Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XVI Nusa Tenggara Timur, melaksanakan  kegiatan Pertemuan Pemangku Adat Tingkat Provinsi Nusa Tenggara Timur, bertempat di Hotel Sahih Timor, pada, Senin (11/09/2023). Dan sesuai jadwal Pertemuan Pemangku adat ini dilakukan selama 2 hari, yang dimulai dari tangga 11 sampai  tanggal 13 september 2023.

Acara Pertemuan Pemangku Adat yang berasal dari kabupaten-kabupaten yang ada dalam Provinsi NTT tersebut, dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Linus Lusi, S.Pd., M.Pd di dampingi  oleh Kepala BPK Wilayah XVI NTT, I Made Dharma Suteja, S.S., M.Si dan dua orang Pamong Budaya Ahli Muda Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (Dit.KMA) Ditjen Kebudayaan Kemdikbudristek, Yani Haryanto, S.Kom dan Aji Wijayanto.

Dalam sambutan pembukaannya, dihadapan 60 orang pemangku adat, para seniman dan budayawan serta ratusan hadirin yang hadir, Linus Lusi, mengatakan, sangat mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVI NTT dan pihak Direktorat Jenderal Kebudayaan tersebut.

Kata Linus Lusi, kegiatan tersebut sangat penting dilakukan sebab para pemangku adat memang harus duduk bersama-sama dengan pemerintah untuk bertukar pikiran dan memberikan masukan terkait berbagai nilai luhur yang terkandung dalam unsur-unsur kebudayaan peninggalan leluhur kita yang berpotensi untuk diangkat untuk membangun kebudayaan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

“Sebagai kepala dinas saya mengapresiasi apa yang dilakakukan oleh BPK XVI ini. Kegiatan seperti ini jarang terjadi dan baru terjadi saat begini. Dengan pertemuan ini kita mengangkat usnur dan potensi pendukung pembangunan. Kata kuncinya yaitu, tokoh-tokoh social yang ada di masyarakat selama ini belum di optimalisasi. Lewat ini kita merajut kembali peran social yang selama ini belum diberdayakan,” Ucap Linus Lusi, saat Jumpah Pers yang dilakukan setelah selesai acara pembukaan.

Kepada awak media, Linus Lusi, menjelaskan, sektor pendidikan pintunya selalu terbuka untuk menerima masukan  sehingga kita nyaman mendesain kurikulum muatan lokal yang teknisnya akan diatur sebai bentuk sebuah pewarisan, peran dan fungsi sosial yang selama ini belum di optimalkan, terkait aspek kebudayaan, sektor pertanian, dan lingkungan, yang akan diatur dalam pendidikan berbasis muatan lokal yang terintegrasi.

Dalam kesempatan jumpah pers tersebut, Pamong Budaya Ahli  Muda Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (Dit.KMA) Ditjen Kebudayaan Kemdikbudristek, Yani Haryanto, S.Kom, menjelaskan, semoga dengan kegiatan dalam 2 hari kedepan itu, diharapkan adanya usulan-usulan dan masukan dari tokoh-tokoh masyarakat adat  dan pemangku adat yang akan dikolaborasikan untuk memajukan kebudayaan.

“Dari pihak Direktorat Kebudayaan punya banyak kegiatan yang akan di informasikan kepada Masyarakat di NTT agar adanya jalinan kerjasama, terlebih dengan pihak dinas pendidikan provinsi, lewat bentuk-bentuk kegiatan yang dapat memajukan kebudayaan,” jelas Yani Haryanto.

Kata Yani Haryanto, pihaknya sangat menanggapi positif sekali dengan pembicaraan pak kadis Linus Lusi, terkait dibuatnya kurikulum Muatan Lokal.

“Saya sangat mendukung sebab untuk memajukan kebudayaan perlu kerjasama yang saling bersinergi”.

Yani mengatakan lagi bahwa,  karena Tupoksi kegiatan ini adalah Cagar Budaya dan Nilai, maka sangat dibutuhkan  masukan-masukan berarti dari Masyarakat dan Tokoh –Tokoh adat untuk bekerjasama dengan pihak BPK XVI demi memajukan kebudayaan di NTT.

Untuk diketahui bahwa, pada saat sebelum acara pembukaan dimulai, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVI NTT, I Made Dharma, S.S., M.Si melaporkan dan menjelaskan secara detail tujuan dilakukannya kegiatan pertemuan pemangku adat tersebut.

Dia mengatakan,  Pertemuan Pemangku adat Nusa Tenggara Timur dilaksanakan sebagai implementasi UU No 5 Tahun 2017 juga UU No 11 Tahun 2010 dengan memperhatikan Permendikbudristek Nomor 33 Tahun 2022 tentang Tugas dan Fungsi Balai Pelestarian Kebudayaan.

Dalam UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan (Pelindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan) dilaksanakan dengan prinsip gotong-royong dan partisipatif, sehingga Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVI NTT mengagendakan Pertemuan Pemangku Adat dalam rangka memfasilitasi partisipasi Perwakilan Masyarakat Adat menginformasikan dan melakukan temu kenali Objek Pemajuan Kebudayaan secara mandiri dengan terlebidahulu menginventarisir kelompok-kelompok masyarakat adat/etnik/sukubangsa/sub-etnik masing-masing.

“Pertemuan ini hanya sebagai pemantik awal dan diharapkan masyarakat adat dapat melanjutkan upaya temu-kenal OPK, ODCB dan CB pada komunitas masyarakat adat masing-masing,” Kata I Made Dharma.

Katanya, Kegiatan Pertemuan Pemangku Adat Nusa Tenggara Timur berlangsung di Hotel Tomore tanggal 11 s/d 13 September 2023 dengan peserta berjumlah 60 orang tersebut terdiri atas Perwakilan Masyarakat Adat; ALOR, BELU, DAWAN, EDANG/KEDANG, ENDE, FLORES, LAMAHOLOT, MANGGARAI, NGADA/BAJAWA, RIUNG, ROTE, SABU, SIKKA, SUMBA & TIMOR.

Dalam pertemuan ini juga BPK Wilayah XVI NTT ingin meminta input dari para pemangku adat  tentang  keberadaan  kelompok masyarakat adat lain yang belum terdata, termasuk Masyarakat Adat yang memiliki Komunitas Kepercayaan seperti; UIS-NENO, ERA WULAN WATU TANA, LERA WULAN TANA EKAN, WELA, JINGITIU & MARAPU.

“kiranya Komunitas Kepercayaan juga menjadi bagian dalam diskusi-diskusi pertemuan ini,” tandas I Made.

Dia mengatakan, selain Perwakilan Masyarakat Adat, kegiatan ini juga dihadiri oleh Steackholder Bidang Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan UPT-UPT Kemdikbudristek di Nusa Tenggara Timur (BPMP).

Sedangkan yang akan menjadi Narasumber dan pemantik diskusi dalam kegiatan Pertemuan Pemangku Adat Nusa Tenggara Timur berasal dari; Direktorat Jendral Kebudayaan Kemdikbudristek, Akademisi Universitas Nusa Cendana Nusa Tenggara Timur, Pimpinan OPD Bidang Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pimpinan dan Pamong Budaya Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVI Nusa Tenggara Timur.

“Adapun Topik-topik Diskusi dan Issu-issu Strategis dalam Pertemuan Pemangku Adat Nusa Tenggara Timur antara lain; Pemetaan Wilayah Adat, Tanah Adat, Batas-batas Wilayah Adat dan Hutan Adat. Eksistensi Organisasi Sosial, Kelembagaan dan Kepemimpinan Adat. Pendidikan Adat, Nilai-nilai Budaya, Religi dan Ritual Adat. Teknologi dan Mata Pencaharian Hidup Masyarakat Adat. Sumber Daya Alam dan Potensi Pengmbangan Ekonomi Masyarakat Adat,” Jelasnya.

Menurut I Made Dharma, yang diharapkan dari kegiatan ini adalah agar Perwakilan Masyarakat Adat dapat mempresentasikan kondisi terkini masyarakat adat masing-masing berkenaan dengan tema yang dibahas.

Selanjutnya hasil yang diharapkan adalah; Masyarakat Adat dapat menemu-kenali sendiri OPK, ODCB, dan CB yang dimiliki serta merencanakan upaya pelestarian. Steackholder/Pemangku Tugas Bidang Kebudayaan dapat merencanakan upaya pelestarian kebudayaan pada Masyarakat Adat sesuai Potensi Sumber Daya dan Karakteristik setiap Masyarakat Adat.

“Pada kesempatan ini kami selaku penyelenggara menyampaikan terima kasih atas bantuan semua pihak yang telah membantu memfasilitasi penyelenggaran kegiatan Pertemuan Pemangku Adat Nusa Tenggara Timur”. Ucapnya mengakhiri. (WNN/Vegas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights