UU TIPIKOR

UU TIPIKOR

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) adalah Pengadilan Khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi ,[1]. Saat ini Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah dibentuk di setiap Pengadilan Negeri yang berkedudukan di ibukota provinsi.

Tempat kedudukan

Pada awalnya, Pengadilan Tipikor hanya dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang wilayah hukumnya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia [3][4][5]. Setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009, Pengadilan Tipikor dibentuk pada setiap Pengadilan Negeri di ibu kota provinsi yang meliputi daerah hukum provinsi yang bersangkutan[6]. Untuk provinsi DKI Jakarta, Pengadilan Tipikor dibentuk di PN Jakarta Pusat dan meliputi wilayah hukum DKI Jakarta[1]

Kewenangan

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara:

  1. tindak pidana korupsi;
  2. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau
  3. tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.

Khusus untuk Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar wilayah negara Republik Indonesia[1].

Susunan Pengadilan

Susunan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas:

  1. Pimpinan
  2. Hakim

Pimpinan

Pimpinan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Ketua dan wakil ketua pengadilan Tipikor adalah ketua dan wakil ketua pengadilan negeri. Ketua bertanggung jawab atas administrasi dan pelaksanaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Hakim

Hakim Pengadilan Tipikor terdiri dari hakim karier dan hakim ad hock. Hakim karier ditetapkan oleh Mahkamah Agung Indonesia dan selama menangani perkara tindak pidana korupsi dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain. Sementara hakim ad hock diangkat dan diberhentikan olehPresiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Hakim ad hoc diangkat untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Daftar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

NoPengadilanDaerah HukumDasar Hukum PembentukanBanding
1Pengadilan Negeri Jakarta PusatDKI JakartaKeputusan Presiden No. 59 Tahun 2004Pengadilan Tinggi Jakarta
2Pengadilan Negeri BandungJawa BaratKeputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 191/KMA/SK/XII/2010Pengadilan Tinggi Bandung
3Pengadilan Negeri SemarangJawa TengahKeputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 191/KMA/SK/XII/2010Pengadilan Tinggi Semarang
4Pengadilan Negeri SurabayaJawa TimurKeputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 191/KMA/SK/XII/2010Pengadilan Tinggi Surabaya
5Pengadilan Negeri MedanSumatera UtaraKeputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 22/KMA/SK/II/2011Pengadilan Tinggi Medan
6Pengadilan Negeri PadangSumatera BaratKeputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 22/KMA/SK/II/2011Pengadilan Tinggi Padang
7Pengadilan Negeri PekanbaruRiauKeputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 22/KMA/SK/II/2011Pengadilan Tinggi Pekanbaru
8Pengadilan Negeri PalembangSumatera SelatanKeputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 22/KMA/SK/II/2011Pengadilan Tinggi Palembang
9Pengadilan Negeri Tanjung KarangLampungKeputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 22/KMA/SK/II/2011Pengadilan Tinggi Tanjung Karang
10Pengadilan Negeri SerangBantenKeputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 22/KMA/SK/II/2011Pengadilan Tinggi Banten
11Pengadilan Negeri YogyakartaDI. YogyakartaKeputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 22/KMA/SK/II/2011Pengadilan Tinggi Yogyakarta
12Pengadilan Negeri Banjarmasin Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 22/KMA/SK/II/2011 
13Pengadilan Negeri Pontianak Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 22/KMA/SK/II/2011 
14Pengadilan Negeri Samarinda Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 22/KMA/SK/II/2011 
15Pengadilan Negeri Makassar Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 22/KMA/SK/II/2011 
16Pengadilan Negeri Mataram Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 22/KMA/SK/II/2011 
17Pengadilan Negeri Kupang Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 22/KMA/SK/II/2011 
18Pengadilan Negeri Jayapura Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 22/KMA/SK/II/2011 
19Pengadilan Negeri Banda Aceh Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 
20Pengadilan Negeri Tanjung Pinang Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 
21Pengadilan Negeri Jambi Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 
22Pengadilan Negeri Pangkal Pinang Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 
23Pengadilan Negeri Bengkulu Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 
24Pengadilan Negeri Palangkaraya Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 
25Pengadilan Negeri Mamuju Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 
26Pengadilan Negeri Palu Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 
27Pengadilan Negeri Kendari Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 
28Pengadilan Negeri Manado Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 
29Pengadilan Negeri Gorontalo Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 
30Pengadilan Negeri Denpasar Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 
31Pengadilan Negeri Ambon Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 
32Pengadilan Negeri Ternate Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 
33Pengadilan Negeri Manokwari Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 153/KMA/SK/X/2011 

 

Verified by MonsterInsights